Selasa, 19 Juli 2011

Sosialisasi Pembenahan Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (2)

DALAM sosialisasi pembenahan hukum pengadaan barang dan jasa, Kajati Kaltim Farid Harianto di depan Bupati Kukar Rita Widyasari dan pejabat di lingkungan Pemkab Kukar mengatakan, pengadaan barang dan jasa rentan korupsi. Itulah yang kerap dihadapi panitia lelang.

Ia mencontohkan honor panitia yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI terlalu rendah, yaitu Rp 250.000 per kegiatan. Ini jelas rentan menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme. Panitia pengadaan barang/jasa dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK d/h Pimpro), sering memperoleh SMS maupun intimidasi dari pihak-pihak luar yang isinya agar menggiring seorang pengusaha untuk menjadi pemenang.
Itu belum termasuk adanya intervensi dari Pengguna Anggaran (PA) /Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terhadap PPK, sehingga PPK sebagai pelaksana teknis kegiatan tidak mempunyai hak penuh dalam menentukan arah kebijakan dalam proses pelaksanaan kegiatan baik secara fisik dan keuangan.
 "Padahal berdasarkan Pasal 11 Perpres 54/2010 telah disebutkan bahwa PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan secara jelas," katanya.
Dijelaskan Faried, pemegang kas sering tidak mengetahui/memahami pelaksanaan pekerjaan di lapangan, sehingga syarat administrasi keuangan yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan atas persetujuan PPK tidak diseleksi terlebih dahulu dalam membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Padahal ketika timbul permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan dimaksud, pemegang kas selalu diminta pertanggung jawaban keuangan secara keseluruhan.
Lanjut Faeried, panitia pengadaan dalam melaksanakan tugasnya sering diintervensi dan atau diintimidasi oleh PA / KPA dan atau PPK dalam memproses tahapan kegiatan pelelangan, akibatnya hasil pelelangan yang dilaksanakan oleh panitia dimaksud tidak objektif.
"Kurang optimalnya pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh PPK, pejabat/panitia pengadaan atau anggota unit layanan pengadaan (procurement unit), karena masih belum memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah yang merupakan tanda bukti pengakuan atas kompetensi    dan kemampuan profesi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah yang diperoleh melalui ujian sertifikasi keahlian," katanya.
Jadi PPK/panitia pengadaan barang/jasa pemerintah masih banyak yang menghadapi kesulitan dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sesuai Pasal 66 Perpres 54/2010, sehingga dalam pelaksanannya diserahkan kepada konsultan perencana atau penyedia barang/jasa untuk menyusunnya. Hal tersebut mengakibatkan rincian HPS telah diketahui oleh penyedia barang/jasa, sehingga pelaksanaan pengadaan barang/jasa sudah tidak adil lagi dan membuka peluang terjadi kolusi antara panitia pengadaan dengan penyedia barang/jasa. (hmp04-bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar